18 June 2021

Meraih mimpi itu seperti mendaki gunung


Sedikit cerita ketika di tahun 2013, saya ingin sekali merasakan pengalaman naik gunung sungguhan. Saat itu saya baru semester pertama di kampus kedua saya. Sejak SMA, saya menuliskan mimpi untuk mendaki gunung-gunung terkenal di Jawa Barat. Karena saat SMP-SMA, hiking adalah salah satu hobi saya.

Singkat cerita akhirnya saya berhasil mengajak beberapa alumni teman SMA dan guru yang mau ikut mendampingi. Gunung Gede Pangrango adalah gunung yang menjadi target mimpi saya waktu itu. Karena ini gunung sungguhan (bukan bukit hehe 😅), saya membutuhkan orang yang sudah cukup berpengalaman untuk mendampingi kami. 

10 meter pada tanjakan menuju pos pertama, rasanya saya ingin balik kanan saja. Ternyata naik gunung itu BERAT. Berat karena menanjak sambil membawa beban. Selama ini saya latihan fisik membawa beban di ransel tapi dalam kondisi jalan yang datar. Jadi, hal itu sangat-sangat jauh berbeda dengan naik gunung yang sesungguhnya.

Belum apa-apa saya sudah merasa sangat lelah. Ditambah, begitu saya baru sampai di pos pertama, ada insiden seseorang yang terkena hipotermia dan harus cepat2 kembali turun. Saya jadi ragu, apakah saya benar2 ingin melanjutkan naik gunung ini.. 😅

Tapi pada akhirnya, Saya menyelesaikannya juga. Saya berhasil mencapai puncak gunung Gede. Saya merasa puas dan berhasil.

Mengapa Saya memulai dengan sedikit cerita pengalaman saya naik gunung? 
Karena sejujurnya saat ini, saya merasa seperti hendak naik gunung.

Saya memiliki sebuah mimpi. Mimpi tentang diri saya sendiri di suatu masa nanti.
Setiap saya membayangkan diri saya di masa depan, saya begitu berdebar. Seolah merasa, bahwa benar hal itulah yang ingin saya lakukan di masa depan.

Saya tidak sabar ingin mencapai puncak mimpi. Padahal posisi saya saat ini, tepat seperti sepuluh meter tanjakan pertama di gunung mimpi saya ini. Rasanya begitu berat, ingin kembali saja. Penuh keraguan, apakah saya bisa menyelesaikannya? apakah saya bisa mencapainya? Apakah benar saya harus menaklukkan gunung ini?

1 January 2020

Life Goals

Tujuan manusia hidup di dunia ini tidak lain hanyalah untuk meninggal-kannya.
Meskipun hari esok itu adalah misteri, ia tetaplah serangkaian puzzle yang kita susun sejak hari ini dan kemarin. Sudah sejauh mana kita menyusunnya? agar setidaknya menjadi sesuatu yang "berarti". Bukan kita yang menentukan kapan atau apakah puzzle itu telah selesai atau belum.

Sangat banyak analogi untuk berbicara tentang kehidupan. Lantas, apakah "kehidupan" yang sebenarnya kita rasakan? Waktu yang bergulir ? Jantung yang berdetak? Nafas yang berhembus ?

Setelah ku renungkan ternyata, bukan satu pun di atas. Waktu, denyut jantung, hembus nafas... adalah hal-hal yang kita rasakan dan alami hanya di ruang lingkup kehidupan di bumi. Janin yang masih di dalam kandungan, ia belum memiliki "waktu"nya di dunia. Tapi ia, sudah memiliki kehidupan di alam rahim sana. Begitu pula mereka yang telah pergi duluan di kehidupan selanjutnya. Mereka tidak lagi memiliki jantung yang berdenyut atau nafas yang berhembus. Tapi kita yakini mereka sedang hidup di fase kehidupan yang lain.

Jadi, apakah sesungguhnya kehidupan itu? Perjalanan Ruh.

Perjalanan yang ditempuh oleh ruh adalah inti makna dari kehidupan. Yang membedakan satu perjalanan dengan perjalanan yang lainnya adalah alam yang ditempuhnya. Alam Ruh, alam rahim, alam dunia, alam kubur, dan alam akhirat. Di antara empat alam tersebut, hanya ada satu alam dimana ruh akan diuji. Yaitu di alam dunia.

Tujuan Ruh melakukan perjalanan kehidupan di dunia adalah untuk membawanya kepada perjalanan ke alam berikutnya yang baik dan dapat menyelamatkannya.
Jalan yang ia tempuh di dunia akan menentukan jalan yang ia tempuh di alam berikutnya.
Semua jalan yang akan ditempuh memiliki syarat dan ketentuan. Yang harus dipenuhi dan dihindari

Apa yang akan kita lakukan di tahun 2020 ini?

4 December 2019

Tinggalkan hal yang sia-sia. Karena ia hanya akan mengurangi usiamu. Tanpa memberikan manfaat sedikitpun kepadamu.
Bersyukurlah ketika kita masih bisa memilih. Karena masih banyak orang yang tidak bisa memilih. Bukan karena tidak mau, tapi karena pilihan itu tidak ada

Meraih mimpi itu seperti mendaki gunung

Sedikit cerita ketika di tahun 2013, saya ingin sekali merasakan pengalaman naik gunung sungguhan. Saat itu saya baru semester pertama di ka...