26 March 2017

Jika esok tidak pernah lagi menjadi esok

Waktu memang tidak pernah berlari, atau bahkan berhenti. Secepat apapun kita mencoba mengejarnya, ia takkan menjadi lebih lambat atau lebih cepat. Berbicara tentang hari ini atau esok akan menjadi kemarin dan hari ini. 

Manusia selalu berbicara tentang waktu. Waktu itu, masa itu, dulu, besok, sekarang, nanti, sesaat lagi, yang lalu. Tanpa manusia sadari dan rasakan, waktu begitu melekat. Untuk setiap denyut nadi adalah waktu yang dimakan oleh manusia ini.

Waktu, adalah seperti tiang gantungan. Saat ini ia masih terasa longgar. Secepatnya ia akan memendek. Manusia takkan mampu merasakan apa-apa hingga tegangan talinya mulai terasa. Untuk setiap mili tali ini, kepada siapakah manusia berserah diri setiap detiknya?

Apa bedanya nanti dengan sekarang? Apa bedanya hari ini dengan kemarin? Bagaimana jika esok tidak pernah ada lagi? bagaimana jika hari ini tidak akan pernah menjadi kemarin lagi? Apakah sebenarnya manusiasedang menunda, atau sedang menanti? waktunya untuk kita berakhir. 


Jika esok tidak akan pernah lagi menjadi esok. Manusia ini berserah pada sang pemiliki esok-nya. Hanya ingin meninggalkan senyum, tanpa luka bagi manusia lainnya. 
Jika esok tidak akan pernah lagi menjadi esok. Tolong selamatkan esoknya yang akan lebih lama dan lebih jauh kemudian.  


Jika datang tak membawa apa-apa, maka pulang pun tak membawa apa-apa. Waktu akan bersaksi, bagaimana ia diperlakukan oleh tuannya. Sang tuan hanya terdakwa yang tak mampu bicara.

Sebelum esok tidak akan pernah lagi menjadi esok. Maafkan manusia ini yang pernah bersalah dengan manusia lain. Manusia ini hanya satu dari jutaan manusia lain yang juga tak sempurna. Manusia ini takkan berdaya seutuhnya. Runtuhlah semua rasa tinggi dalam dirinya, pulang takkan membawa apa-apa. Terbangun kembali dengan perjalanan yang lebih panjang.



"Rabbighfirli warhamni wajburni warfa'kni warzuqni wahdini wa'afini wa'kfu 'anni"


Meraih mimpi itu seperti mendaki gunung

Sedikit cerita ketika di tahun 2013, saya ingin sekali merasakan pengalaman naik gunung sungguhan. Saat itu saya baru semester pertama di ka...