16 April 2013

Harga Mati Sebuah Kejujuran

oleh Fathiah Khoiriah Sudrajat (Catatan) pada 15 April 2013 pukul 19:17


Sebuah hari yang luar biasa menurut saya. Hari ini hari Senin, itu berarti hari pertama diawal minggu yang biasanya adalah hari yang paling tidak disukai oleh hampir setiap orang. Dan seperti biasa, pukul 06.20 saya harus sudah berada di dalam angkot yang akan membawa saya ke pangkalan metromini. Dan seperti biasa pula saya harus bersabar dengan kemacetan Jakarta yang tidak akan -pernah- berdamai nampaknya. Sampai di pangkalan metromini saya sedikit hilang harapan, tidak ada metromini yang "mangkal" disana, dan para penumpang bertumpuk dipangkalan. Kalau sudah seperti ini saya biasanya langsung memindahkan tas saya menghadap depan untuk siap "bertempur" masuk kedalam metromini antar provinsi ini (bekasi-jakarta). Metromini pertama datang dan saya tergeser oleh penumpang yang lain, saya mengalah dan membiarkan seorang ibu masuk. Walhasil saya ditinggal. Oke ngga papa pikir saya karena saya melihat dari seberang ada metromini yang lain. Kurang lebih 15 menit saya menunggu, akhirnya metromini pun datang. Tanpa pikir panjang saya masuk, tidak ada tempat lagi untuk duduk oke saya berdiri. Saya mengambil posisi berdiri senyaman mungkin lalu saya mengeluarkan catatan kecil yang sudah saya buat semalam untuk belajar di metromini. Minggu ini adalah minggu UTS, dan berarti ini adalah UTS kedua saya di Universitas ini.


Perjalanan yang "lumayan" panjang pun berakhir setelah sang kenek mengucapkan kata-kat "kampus sekolah kempus sekolah" saya turun dan langsung bergegas menuju gedung fakultas saya yang berada di gerbang depan. Jarak dari gerbang belakang ke gerbang depan sekitar 15 menit. Awalnya saya merasa untuk menuju kampus adalah perjalanan yang sangat panjang. Karena selama enam tahun saya bersekolah diasrama saya tidak pernah berjalan sejauh ini untuk sampai disekolah, bahkan dalam hitungan detik saya akan segera sampai disekolah.


Sampai didalam ruangan saya langsung mencari tempat yang kosong dengan strategi yang bagus untuk memperhatikan dosen. Setelah dapat, saya berkumpul dengan sekumpulan anak yang sudah berada tepat dibawah AC untuk "ngadem" maklumlah perjalanan dari lantai satu untuk ke lantai tiga tidak ada lift membuat para teman saya yang sedang "ngadem" dibawah AC untuk menghilangkan gerah, tapi menurut saya kegiatan ini lumayan untuk olahraga kecil.


Tiba-tiba salah seorang dari mereka menyeletuk "eh hari ini pada UN ya anak SMA?"

yang lainnya menimpali "Iya, pasti mereka tenang. Kayaknya dapet bocoran deh. Kalian dulu pada dapet bocoran kan? Kalo gue sih dapet semua kunci mata pelajarn harganya 100ribu."
"Gue sih ngga pernah dapet." Santai saya menimpali.
"Ngga mungkin Fat pasti dapet. Seislam-islamnya itu sekolah pasti dapet bocoran" dengan nada sedikit meninggi.
dengan tenang saya menimpali lagi "Ngga pernah. Bener deh kalo pun iya ada gue ngga pernah dikasih tau tuh sama guru gue. Sekolah gue aja yang gue tau "di benci" sama satu daerah itu gara-gara ngga mau bekerjasama sama sekolah yang lain. Soalnya guru gue kalo lagi ngawas tegas banget ke sekolah lain. Kalo ada contekan atau benda yang mencurigakan dikit pasti langsung diamanin."

Teman saya yang berkomentar itupun diam. Tapi kemudian dia kembali membahas soal yang sama "Kalo kalian dulu cara guru ngasih kuncinya gimana? terus yang meriksanya siapa?"

Awalnya saya sudah ingin pindah tempat, tapi saya tertarik dengan jawaban yang diberikan yang lain. Adalah yang lewat sms, atau disembunyikan di jilbab, membawa hp lebih dari satu dan di letakan di lain tempat disekolah, dan masih banyak lagi. Setelah selesai mereka berkomentar satu persatu saya dengan santai ikut berkomentar "Kalo dulu pas gue mau UN, gue sama temen-temen jam setengah tunuh kita kumpul, solat dhuha bareng, terus kita buat satu lingkaran besar, terus kita doa bareng di lapangan minta yang terbaik sama Allah,terus masuk kelas deh.Bahkan di hari terakhir UN kita sujud sambil doa biar dikasih yang terbaik deh sama Allah." selesai berkomntar saya langsung pergi. Entah apa yang akan mereka nilai, tapi saya lebih memilih membantu teman saya untuk mencari ruangan daripada tambah menahan emosi. Kejujuran itu harga yang sangat mahal tanpa kejujuran mungkin sudah lama negara ini akan hancur. Jujur itu  harga MATI!! tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Dan didunia kampus yang SUNGGUH sangat BEBAS ini, sebisa mungkin saya menjauhi kegiatan contek MENCONTEK. Saya akan terima hasil apapun yang akan saya dapat dengan KEJUJURAN. Saya tidak akan mau menggadaikan KEJUJURAN saya hanya demi sebuah IPK yang tinggi. Saya rasa nilai yang murni adalah sebuah KEPUASAN tersendiri.Dan saya akan tetap menjaga nilai-nilai yang pernah saya dapat selama enam tahun diasrama. Dan dengan sendirinya telah tersetting di otak saya bahwa JUJUR ITU HARGA MATI yang tidak bisa diubah oleh siapapun.





*buat ade-ade yang  saya banggakan saya yakin kalian pasti LULUS dengan nilai yang SANGAT MEMUASKAN tentunya didapat karena hasil dari KEJUJURAN. Ditunggu dibangku panas Universitas ya de..SEMANGAT BUAT UN-nya :D

Meraih mimpi itu seperti mendaki gunung

Sedikit cerita ketika di tahun 2013, saya ingin sekali merasakan pengalaman naik gunung sungguhan. Saat itu saya baru semester pertama di ka...